(0287) 472 433 rektorat@unimugo.ac.id

Guru SLB Budi Asih Gombong Yuli, S.Pd mengatakan membangun komunikasi dengan anak disabilitas tak bisa disamakan dengan anak normal lainnya. Satu hal yang harus dibangun lebih dulu adalah memahami bagaimana konteks berpikir anak disabilitas.

“Kuncinya komunikasi yang sederhana dan berulang,” kata Yuli dalam acara kuliah umum Komunikasi di kelas Prodi Program Diploma 3 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong tingkat 1 , Sabtu 14/12 2019. Dia mencontohkan, ketika mengenalkan diri, gunakan bahasa yang simpel dan mudah diingat.

“Saya tidak mungkin memperkenalkan diri dengan nama lengkap beserta titel pendidikan yang saya punya kepada anak penyandang disabilitas. Saya akan membahasakan nama saya ‘Yuli’ saja,” ujarnya. Setelah dibuat lebih sederhana, para pendamping anak disabilitas tak boleh bosan mengulang segala sesuatu yang perlu diketahui oleh anak.

Yuli menjelaskan, berbagai informasi yang disampaikan kepada anak disabilitas memang harus berulang kali dilakukan bahkan tidak jarang disampaikan dengan bahasa isyarat karena daya ingat mereka di bawah rata-rata anak seusianya. Kondisi ini bukan karena anak tersebut malas mengingat, melainkan kapasitas alami dari daya ingatnya sendiri.

Di momen itu mahasiswa mendapatkan ilmu & pengalaman baru bagaimana cara berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khusus. Selain itu mahasiswa juga belajar berempati dan lebih sabar.